Loading...
Pergi begitu pagi, pulang pun ketika matahari akan tenggelam, hanya rasa lelah yang kita dapat. Itulah mungkin yang dirasakan kepala keluarga.
Tapi ketahui, bahwa bagi seorang suami yang berkewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya, ada pahala besar yang telah Allah Ta’ala sediakan untuknya.
Ada janji agung dari Nabi bagi siapa yang berpeluh dengan darah demi mencukupi kebutuhan anak dan istri, meski sejatinya hanya Allah Ta’ala yang mencukupi semua kebutuhan hamba-Nya.
Maka dari itu, kegiatan mencari nafkah sebenarnya suatu amalan yang mulia yang patut diniatkan dengan ikhlas sehingga bisa meraih pahala.
Karena keutamaannya amat luar biasa, pahalanya yang besar, bahkan bisa sebagai tameng dari jilatan neraka.
Nah, sebelum kita memahami keutamaan mencari nafkah, terlebih dahulu kita melihat bagaimanakah Islam mengajarkan prioritas dalam penyaluran harta atau penghasilan suami.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995).
Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini,
“Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”. Dalam Syarh Muslim (7: 82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih afdhol dari sedekah yang hukumnya sunnah”.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56).
Imam Al Bukhari memasukkan hadits ini pada masalah ‘setiap amalan tergantung pada niat’.
Ini menunjukkan bahwa mencari nafkah bisa menuai pahala jika diniatkan dengan ikhlas untuk meraih wajah Allah.
Namun jika itu hanya aktivitas harian semata, atau yakin itu hanya sekedar kewajiban suami, belum tentu berbuah pahala.
Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah” (HR. Ahmad 4: 131. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah para hamba berpagi hari di dalamnya melainkan ada dua malaikat yang turun, salah satunya berkata, “Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang senang berinfak.”
Yang lain mengatakan, “Ya Allah, berilah kebangkrutan kepada orang yang pelit.” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010).
Seseorang yang memberi nafkah untuk keluarganya termasuk berinfak sehingga termasuk dalam keutamaan hadits ini.
Dari Anas bin Malik, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin” (HR. Tirmidzi no. 1705. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan,
“Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin, apakah ia memperhatikan atau melalaikannya” (HR. Ibnu Hibban 10: 344. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
‘Adi bin Hatim berkata, “Selamatkanlah diri kalian dari neraka walau hanya melalui sedekah dengan sebelah kurma” (HR. Bukhari no. 1417)
Ummu Salamah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mengeluarkan hartanya untuk keperluan kedua anak perempuannya, kedua saudara perempuannya atau kepada dua orang kerabat perempuannya dengan mengharap pahala dari Allah, lalu Allah mencukupi mereka dengan karunianya, maka amalan tersebut akan membentengi dirinya dari neraka” (HR. Ahmad 6: 293. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if)
Sumber: dunia-muslim.id
Loading...
Tag :
Informasi